Hidup Itu Susah?

November 12, 2009 at 11:26 pm (Artikel Mutiara Hati) (, , )

Oleh: Ilham Permadiuang

Memang susah untuk tidak materialistis di dunia yang materialistis. Entah karena ulah orang-orang advertisement yang kian hari makin cerdik membuat sesuatu yang sebelumnya tidak penting menjadi penting, sesuatu yang tidak dibutuhkan menjadi wajib hukumnya untuk dibeli. Terlebih lagi dengan begitu mudahnya suatu transaksi terjadi, saat ini tak perlu lagi si penjual dan pembeli bertatap muka. Cukup ketik sms, telepon atau “klak klik” tetikus komputer anda…transaksi dengan sekejap mata dapat terjadi. Demikian mudahnya transaksi, bagi sebagian orang akan berarti semakin mudahnya membelanjakan uangnya.

Tak bisa dipungkiri, didorong dengan persaingan yang ketat…maka orang-orang semakin kreatif dalam mencari peluang untuk meloloskan transaksi. Selain advertisement yang agresif, produknya pun kian beragam. Pebisnis tak lagi menjual produk-produk yang membosankan dan menyulitkan hanya karena mereka satu-satunya. Jika tidak ber-inovasi, tinggal tunggu waktunya untuk gulung tikar.

Namun tak jarang terdengar ada orang-orang yang terjerat hutang kartu kredit. Entah apa yang terjangkit dalam pikiran para pelaku kredit macet itu, ada indikasi bahwa menggesek kartu kreditnya pada merchant-merchant di mall itu “keren”.

Sehingga hanya satu syaratnya, anda harus punya uang!

Mudah sekali untuk berkata bahwa “uang bukan segalanya” ketika kita punya cukup uang. Mudah saja berkata bahwa “uang no.2, aktualisasi diri yang penting” ketika sandang, pangan dan papan kita sudah dipenuhi. Sulit rasanya menafikan fakta bahwa “money making activity” adalah aktifitas penting selain bernapas. Secara bawah sadar, kita mempersyaratkan uang dalam sendi-sendi kita. Apakah manusiawi? Saya kira iya. Tak perlu merasa sendirian jika anda seperti ini.

Seorang selebritis pernah diwawancarai dalam sebuah talkshow yang mengulas tentang family financial planning. Begitu bingungnya ia karena sungguh sulit mengelola uangnya karena begitu besarnya kebutuhan sehari-hari. Sempat pula ia berandai jika saja penghasilannya lebih tinggi, maka ia akan dapat membantu orang lain. Banyak yang mesti dipenuhi kebutuhannya, seperti: biaya catering makan siang anaknya di sekolah dasar, mobil dan supir untuk antar jemput anaknya…”boro-boro bisa bantu orang lain?”.

Semakin banyak uang anda, semakin banyak pula kebutuhannya. Walaupun pernyataan itu dapat diperdebatkan, namun kasus sang selebriti ini sangat menarik untuk dipelajari. Pada suatu kondisi, urutan prioritas kita – umat manusia – menjadi mudah untuk dikacaukan. Mirip seperti perilaku kompas di padang batuan magnetis, kacau berputar-putar. Terlampau banyak harta yang dimiliki, terlampau mudah transaksi terjadi dan semakin menariknya suatu produk disinyalir menjadi penyebab yang berpengaruh dalam menentukan urutan prioritas pengeluaran, selain dari faktor norma-norma sosial yang berlaku di lingkungan pergaulannya.

Kembali kepada kasus selebritis tersebut diatas, maka orang kaya dan miskin memiliki peluang yang sama untuk menjadi orang yang dermawan. Uang atau tidak punya uang sama saja, ketika hendak ber-derma. Anda (termasuk saya) yang gajinya langsung menguap tak lebih dari seminggu untuk membayar cicilan, sebenarnya masih bisa men-derma-kan senyuman, ajakan kepada kebaikan atau bentuk abstrak apapun untuk ber-derma. Tak perlu lah kita menuding konglomerat tidak dermawan, kita cukup melihat cermin sebelum menuduh orang lain kurang dermawan. Bisa saja kita tertawa mendengar pernyataan selebritis itu, namun bisa jadi anda ditertawakan ketika anda merasa tidak sanggup ber-derma dengan alasan uang anda habis untuk mencicil KPR rumah anda.

Tuhan Maha Adil, karena tak perlu punya uang banyak terlebih dahulu untuk menjadi dermawan. Ketika kita berpikiran bahwa kepemilikan uang menjadi jaminan mudahnya hidup, ternyata tidak sepenuhnya benar. Memang susah untuk tidak materialis dalam hidup yang demikian materialistis, namun ternyata kita masih diberi kesempatan untuk tetap hidup bermakna.

Sempat terpikir bahwa kita sendirilah yang mempersulit diri, terlepas punya atau tidak punya uang. Sungguh Tuhan yang Maha Tahu.

Ya Allah…jadikanlah kami orang-orang yang pandai bersyukur dan tajamkanlah hati kami untuk selalu rendah hati, aamiin.

Leave a comment